Ketika menonton televisi, ada sebuah acara yang menarik perhatian saya. Yaitu acara sebuah stasuin TV swasta yang menayangkan kesenian daerah yang ada di Indonesia. Kebetulan pada episode kali itu menayangkan tentang kebudayaan yang berasal dari kampung halaman saya di Ternate, Maluku Utara. Dan salah satu topik yang dibahas adalah tentang kesenian Bambu Gila.
Ya, betul sekali mungkin bagi anda yang pernah mendengar atau pernah memainkan permainan ini. Bambu Gila merupakan atraksi tradisional masyarakat kepulauan Maluku yang paling antik. Kesenian ini disebut pula dengan nama Buluh Gila atau Bara Suwen. Pertunjukan ini bisa ditemui di dua desa yaitu Desa Liang, kecamatan Salahatu dan Desa Mamala, kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Di Provinsi Maluku Utara, atraksi yang bernuansa mistis ini dapat dijumpai di beberapa daerah di kota Ternate dan sekitarnya.
Kesenian ini sering pula disebut permainan oleh pemuda-pemuda Ternate dan dahulu sering dimainkan dalam acara-acara atau upacara adat tertentu. Kadangkala dimainkan untuk diperkenalkan oleh para orang tua pada anak mudanya agar kebudayaan asli maluku utara tidak hilang. Perlu kira-kira 7 sampai 8 orang untuk memainkan permainan Bambu Gila ini, tentu saja yang berbadan sehat dan cukup kuat. Serta harus disertai seorang pawang yang mendampingi para anak muda memainkan permainan ini.
Sebelum permainan dimulai, disiapkan terlebih dahulu sebatang bambu suanggi dengan panjang sekitar 2,5 meter dan diameter 8 cm. Bambu ini dipotong menjadi 7 ruas yang tiap ruas akan dipeluk oleh seorang pemain. Perlengkapan lain yang perlu disiapkan berupa kemenyan atau jahe. Kemenyan digunakan untuk pertunjukan bambu gila yg besar sementara jahe untuk pertunjukan bambu gila yang kecil. Dari sini, sudah terbayang aroma mistis pada atraksi bambu gila.
Pertunjukkan diawali dengan berdoa kepada Tuhan. Sang pawang lalu membakar kemenyan di atas tempurung kelapa sambil membaca mantra. Mantra diucapkan dalam bahasa Tanah, salah satu bahasa tradisional Maluku. Asap kemenyan tadi digunakan untuk melumuri bambu yang akan digunakan. Jika menggunakan jahe, jahe dipotong jadi tujuh bagian kemudian dikunyah oleh pawang sambil baca mantra lalu disemburkan ke bambu. Fungsi dari kemenyan atau jahe ini sama yaitu untuk manggil roh para leluhur agar memberikan kekuatan magis ke bambu tersebut.
Selesai memberi mantra pada bambu tersebut, si pawang lantas berteriak “gila, gila, gila”. Atraksi bambu gila pun dimulai. Para penari akan bergerak dengan lincah mengikuti gerakan bambu gila. Bahkan, tubuh pemain akan terombang-ambing bahkan sampai terjatuh bangun karena gerak liar si bambu gila. Mereka akan membuat gerakan rangkaian dan saling mengaitkan tangan, dengan kelincahan gerakan kaki yang meliputi berjalan, melompat maupun berlari mengikuti suara musik yang dinamis. Atraksi bambu gila berakhir dengan jatuh pingsannya para pemain di arena pertunjukan. Yang unik dari pertunjukan ini, kekuatan magis bambu gila tidak hilang begitu saja sebelum diberi makan api yang dibuat dari kertas yang dibakar.
Kini tari itu hampir punah, dan hanya tinggal gerakan-gerakannya yang diubah menjadi tari lincah dengan gerakan kaki serta bulu (bambu) yang didekap kedua tangan. Gerak itu menandakan kesatuan dan persatuan dalam masyarakat. Gerakan yang kompak dan seirama ini sebenarnya merupakan lambang dari semangat gotong royong, yaitu membangkitkan jiwa persatuan dan kesatuan dalam melaksanakan berbagai segi hidup, yang adalah gambarang dari jiwa kegotong-royongan atau “Masohi” yang adalah budaya masyarakat Maluku sejak dulu kala.
Contoh permainan bambu gila
referensi : klik disini (dengan perubahan seperlunya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar